Untuk pesawat kategori transport, wajibkah menggunakan reverse thrust pada
waktu mendarat? Sebuah pertanyaan datang di grup facebook
ilmuterbang.com. Berbagai jawaban mengalir dari para anggota grup.
Sebelum kita bahas, sebagai pengantar bagi anda yang belum mengenal thrust reverser,
benda tersebut adalah alat yang membalikkan gaya dorong ke depan
menjadi ke samping atau sedikit ke depan untuk membantu pengereman
pesawat pada waktu mendarat. Coba perhatikan video atau gambar pesawat
transport yang sedang mendarat. Di bagian tengah atau belakang mesinnya
akan terbuka untuk membelokkan arah thrust (gaya dorong). Kadang suara mesin juga akan menderu lebih keras jika pengereman memerlukan reverse thrust yang lebih. Ada dua jenis cara kerja thrust reverser yang umum digunakan, target reverser dan cascade reverser.
Mari kita kembali pada saat pesawat tersebut disertifikasi oleh otoritas negara yang bersangkutan. Proses sertifikasi ini memerlukan beberapa nilai parameter kinerja/performance yang harus dibuktikan dan dituliskan di buku manual untuk pengoperasian pesawat tersebut. Salah satu parameter yang diperlukan adalah Landing Distance, jarak yang dibutuhkan sebuah pesawat untuk mendarat sampai berhenti. Makin kecil nilai landing distance, makin mudah untuk mengoperasikan pesawat tersebut di bandar udara yang panjangnya terbatas.
Dalam peraturan yang ada di Indonesia, aturan yang berlaku untuk pesawat kategori transport ada di CASR part 25, tepatnya 25.125. Silahkan anda download CASR 25 yang terbaru untuk mendapatkan dokumen yang lebih tepat. Di part 25.125, secara umum disebutkan bahwa landing distance dihitung mulai dari titik di mana ketinggian pesawat 50 kaki, sampai pesawat tersebut benar-benar berhenti di landasan. Landasannya sendiri harus datar, halus, kering dan keras.
Pengereman yang dilakukan tidak boleh melebihi dari spesifikasi yang diberikan oleh pabrik rem. Bagaimana dengan alat lain selain rem? Alat lain selain rem dapat digunakan dengan syarat aman dan handal, hasilnya konsisten dan tidak membutuhkan keterampilan tambahan untuk mengoperasikannya. Jika alat tersebut hanya bekerja tergantung pada mesin yang menyala, maka nilai kinerjanya harus didasarkan pada keadaan di mana mesin tersebut tidak menyala/inoperative.
Normalnya, reverse thrust tidak ikut disertakan pada waktu membuat perhitunganlanding distance untuk dry runway. Jadi penggunaan reverser merupakan bonus bagi penerbang. Untuk sertifikasi FAA Landing distance yang dilakukan pada saat sertifikasi lalu dikalikan 1,67 sebelum dituliskan di buku Airplane Flight Manual sebagai sebuah angka acuan. Nilai Landing distance ini bervariasi menurut berat, pressure altitude, dan angin.
Alat lain yang disertakan antara lain anti-skid yang di kendaraan bermotor lain dikenal dengan nama ABS (antilock braking system), dan spoiler atau lift dumper, yaitu alat yang keluar pada saat mendarat untuk menghilangkan lift (gaya angkat). Pada saat roda pesawat menyentuh landasan, sebagian besar berat pesawat masih ditopang oleh sayap karena gaya angkat (lift). Dengan mengeluarkan spoiler, lift ini akan berkurang dan berat pesawat akan ditopang oleh roda sehingga pengereman di roda akan terjadi dengan lebih efektif.
Mari kita kembali pada saat pesawat tersebut disertifikasi oleh otoritas negara yang bersangkutan. Proses sertifikasi ini memerlukan beberapa nilai parameter kinerja/performance yang harus dibuktikan dan dituliskan di buku manual untuk pengoperasian pesawat tersebut. Salah satu parameter yang diperlukan adalah Landing Distance, jarak yang dibutuhkan sebuah pesawat untuk mendarat sampai berhenti. Makin kecil nilai landing distance, makin mudah untuk mengoperasikan pesawat tersebut di bandar udara yang panjangnya terbatas.
Dalam peraturan yang ada di Indonesia, aturan yang berlaku untuk pesawat kategori transport ada di CASR part 25, tepatnya 25.125. Silahkan anda download CASR 25 yang terbaru untuk mendapatkan dokumen yang lebih tepat. Di part 25.125, secara umum disebutkan bahwa landing distance dihitung mulai dari titik di mana ketinggian pesawat 50 kaki, sampai pesawat tersebut benar-benar berhenti di landasan. Landasannya sendiri harus datar, halus, kering dan keras.
Pengereman yang dilakukan tidak boleh melebihi dari spesifikasi yang diberikan oleh pabrik rem. Bagaimana dengan alat lain selain rem? Alat lain selain rem dapat digunakan dengan syarat aman dan handal, hasilnya konsisten dan tidak membutuhkan keterampilan tambahan untuk mengoperasikannya. Jika alat tersebut hanya bekerja tergantung pada mesin yang menyala, maka nilai kinerjanya harus didasarkan pada keadaan di mana mesin tersebut tidak menyala/inoperative.
Normalnya, reverse thrust tidak ikut disertakan pada waktu membuat perhitunganlanding distance untuk dry runway. Jadi penggunaan reverser merupakan bonus bagi penerbang. Untuk sertifikasi FAA Landing distance yang dilakukan pada saat sertifikasi lalu dikalikan 1,67 sebelum dituliskan di buku Airplane Flight Manual sebagai sebuah angka acuan. Nilai Landing distance ini bervariasi menurut berat, pressure altitude, dan angin.
Alat lain yang disertakan antara lain anti-skid yang di kendaraan bermotor lain dikenal dengan nama ABS (antilock braking system), dan spoiler atau lift dumper, yaitu alat yang keluar pada saat mendarat untuk menghilangkan lift (gaya angkat). Pada saat roda pesawat menyentuh landasan, sebagian besar berat pesawat masih ditopang oleh sayap karena gaya angkat (lift). Dengan mengeluarkan spoiler, lift ini akan berkurang dan berat pesawat akan ditopang oleh roda sehingga pengereman di roda akan terjadi dengan lebih efektif.
Pada pesawat-pesawat modern, spoilerini keluar otomatis pada saat pesawat menjejakkan rodanya di landasan. Biasanya spoiler ini juga keluar pada saat tuas reverse thrust ditarik pada waktu mendarat. Itulah sebabnya biarpun reverse thrust tidak digunakan, pada waktu mendarat penerbang tetap menarik tuas reverse thrust tersebut.
Reverse thrust sendiri jika ditarik di idle reverse, maka pintu/deflector reverse thrust akan terbuka dan meskipun putaran mesin di idle, tetap ada keluaran dari mesin yang dibelokkan ke samping/ ke depan untuk membantu pengereman pesawat. Jika tuas reverse thrust ditarik sampai maksimum, maka putaran mesin akan naik sesuai dengan sebanyak apa tuas tersebut ditarik dan memberikan gaya pengereman yang lebih kuat.
Pengereman dengan reverse thrust ini akan berakibat penggunaan bahan bakar yang lebih banyak dan menambah kebisingan, berbeda dengan jika penerbang hanya memberikan idle reverse, maka tidak ada kenaikan putaran mesin. Itulah sebabnya di negara-negara maju yang noise sensitive, maximum reverse dilarang kecuali benar-benar dibutuhkan.
Lalu kenapa jika tidak dimasukkan dalam perhitungan landing distance, tetap saja ada penerbang yang menggunakan reverse thrust di landasan kering (dry runway) dengan putaran lebih dari idle? Di tanah air sampai saat tulisan ini ditulis masih ada kebiasaan menggunakan reverse thrust lebih dari idle. Saya tidak tahu kenapa tapi mungkin hanya kebiasaan saja yang ditularkan dari satu penerbang ke penerbang lain.
Alasan lain mungkin karena banyak pendaratan yang dilakukan di landasan basah atau terkontaminasi yang memerlukan reverser sehingga menggunakan reverse thrust lebih dari idle menjadi kebiasaan. Ada juga penggunaan reverse thrust di atas idle untuk mengurangi suhu rem pada saat melakukan transit yang singkat (quick turn around), hal ini dilakukan terutama pada pesawat yang tidak memiliki brake fan, kipas angin untuk mendinginkan rem.
Reverse thrust sendiri jika ditarik di idle reverse, maka pintu/deflector reverse thrust akan terbuka dan meskipun putaran mesin di idle, tetap ada keluaran dari mesin yang dibelokkan ke samping/ ke depan untuk membantu pengereman pesawat. Jika tuas reverse thrust ditarik sampai maksimum, maka putaran mesin akan naik sesuai dengan sebanyak apa tuas tersebut ditarik dan memberikan gaya pengereman yang lebih kuat.
Pengereman dengan reverse thrust ini akan berakibat penggunaan bahan bakar yang lebih banyak dan menambah kebisingan, berbeda dengan jika penerbang hanya memberikan idle reverse, maka tidak ada kenaikan putaran mesin. Itulah sebabnya di negara-negara maju yang noise sensitive, maximum reverse dilarang kecuali benar-benar dibutuhkan.
Lalu kenapa jika tidak dimasukkan dalam perhitungan landing distance, tetap saja ada penerbang yang menggunakan reverse thrust di landasan kering (dry runway) dengan putaran lebih dari idle? Di tanah air sampai saat tulisan ini ditulis masih ada kebiasaan menggunakan reverse thrust lebih dari idle. Saya tidak tahu kenapa tapi mungkin hanya kebiasaan saja yang ditularkan dari satu penerbang ke penerbang lain.
Alasan lain mungkin karena banyak pendaratan yang dilakukan di landasan basah atau terkontaminasi yang memerlukan reverser sehingga menggunakan reverse thrust lebih dari idle menjadi kebiasaan. Ada juga penggunaan reverse thrust di atas idle untuk mengurangi suhu rem pada saat melakukan transit yang singkat (quick turn around), hal ini dilakukan terutama pada pesawat yang tidak memiliki brake fan, kipas angin untuk mendinginkan rem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar